Kasus KDRT Masih Tinggi, Kementerian Minta UU KDRT Diperkuat
IDNAGA99 agen slot gacor terpercaya , dengan minimal depo 25k wd bisa puluhan juta - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) berencana untuk mengajukan revisi UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dengan alasan bahwa UU tersebut masih memiliki banyak kelemahan dalam menangani kasus-kasus KDRT yang masih tinggi.
“UU KDRT perlu diperkuat. Kami akan mengusulkan revisi ini kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), tetapi harus terlebih dahulu dimasukkan dalam program legislasi nasional,” ujar Eni Widiyanti, Asisten Deputi Perlindungan Hak-hak Perempuan dalam Situasi Rentan, dalam sebuah konferensi pers pada hari Jumat.
Manfatin bonus deposit harian 10% hanya di agen slot terpercaya IDNAGA99 , kantongin kemenangan puluhan juta - Menurut sistem data Simfoni kementerian, dari 22.885 kasus KDRT pada tahun 2024, 19.840 korbannya adalah perempuan. Sekitar 74 persen kekerasan terhadap perempuan terjadi di dalam rumah tangga. Mayoritas pelaku adalah suami (54 persen), diikuti oleh mantan pasangan (13 persen), serta orang tua, guru, dan saudara kandung.
Meskipun undang-undang tersebut telah berlaku selama 20 tahun, kekerasan dalam rumah tangga masih terus terjadi. “Mengapa hal ini masih terus terjadi meskipun sudah ada peraturan hukum?” Eni bertanya.
Mau agen situs slot terpercaya dan pastinya bisa kantongin kemenangan puluhan juta rupiah? IDNAGA99 jawabannya - Eni menyoroti beberapa tantangan dalam menegakkan hukum. Banyak kasus yang dilaporkan seringkali diselesaikan melalui keadilan restoratif, dengan investigasi dihentikan jika korban mencabut pengaduan mereka.
“Banyak kasus tragis yang terjadi di mana korban, meskipun sebelumnya telah melaporkan tindak kekerasan, kemudian meninggal dunia karena kasusnya tidak dapat dilanjutkan setelah laporannya dicabut. Hal ini disebabkan karena KDRT diperlakukan sebagai delik aduan,” jelasnya.
Siklus kekerasan dalam rumah tangga sering kali memburuk, kata Eni, meningkat dari kekerasan fisik menjadi kekerasan yang parah, termasuk insiden yang berakibat fatal.
Ia juga menunjuk pada kesulitan dalam menerapkan hukum bagi korban dalam pernikahan siri karena adanya perbedaan interpretasi. “Hukum seharusnya melindungi semua orang yang tinggal di bawah satu atap, termasuk perempuan dalam pernikahan siri, pekerja rumah tangga, supir, dan tukang kebun,” tutup Eni.
Komentar
Posting Komentar